Tidak ada tempat untuk bersembunyi lagi, bahkan di dalam bangunan. Sekolah PBB pun dihancurkan. Lebih dari 215 anak terbunuh sejauh ini sejak serangan militer Israel diluncurkan 27 Desember lalu. Namun bagi hampir semua anak, itu bukan bagian terparah dari mimpi buruk mereka.
Kehilangan ayak, ibu, saudara, saudari, paman, bibi, teman, ataupun tetangga, hampir setiap anak di wilayah yang dibombardir itu trauma berat. Trauma itu bisa dipastikan menjadi luka fisik dan mental yang akan bebekas lama.
Berikut adalah beberapa wancara dengan anak-anak Gaza.
Huda, 7 tahun
Aku benci perang ini. Aku dengar Israel akan datang ke rumah kami sesaat lagi, dan aku selalu bermimpi buruk tentang roket menghantam rumaku. Aku mimpi tentang ayahku yang terbunuh oleh salah satu roket dan leher ibuku yang terputus.
Dalam mimpi itu pula, aku mencari saudara lelakiku yang dibawa jauh oleh tank-tank Israel. Aku sedih, dan ingin bermain lagi di rumahku. Aku berharap tidak ada hal buruk terjadi.
Abed, 3 tahun
Aku tak suka kegelapan, yakni ketika suara hal-hal buruk mulai keluar meraung.
Ahmed Elwan, 6 tahun
Kami takut. Aku melihat banyak anak-anak terbunuh. Beberapa roket meluncur dekat rumah kami. Adik perempuanku menangis keras begitu pula ibuku. Ayahku saat itu sedang berada di rumah nenek. Aku tak ingin takut, aku ingin menjadi lelaki kuat untuk ibuku dan adikku.
Nasim Udawn, 14 tahun.
Aku sudah terbiasa dengan suara bom, tapi kali ini mereka lebih,dan lebih keras. Aku tinggal di kemah pengungsi Al Shati di Gaza, dimana beberapa rumah sekitar sudah hancur. Banyak orang terbunuh. Rumah kami dihantam oleh peluru besar.
Masalahku sekarang ialah adik lelakiku Nader, yang mulai menderita kencing tak dapat ditahan. Ia kini langsung menangis keras ketika mendengar suara misil.
Zeyda Nima, 12 tahun
Saya tidak takut dengan bom ataupun roket, tentu tidak, tapi saudara saya takut. Saya tidak peduli dengan suara-suara itu, namun saudara perempuan saya dibawa ke rumah sakit karena tidak dapat mendengar akibat suara-suara pesawat dan bom.
Yehia, 5 tahun
Anak lelaki itu begitu trauma hingga tak bisa bicara. Ibunya Zinat mengatakan sejak awal serangan Israel, ia langsung menderita kencing tak bisa ditahan akibat takut terhadap bom. Sang ibu menuturkan pula, anaknya pun menderita setiap malam akibat mimpi buruk.
Muhammad Jmasi, 6 Saya takut dengan suara bom ketika mulai mendekat rumah saya. Saya berlari ke ayah dan ia selalu mencoba menenangkan. Namun ketika ayah tidak ada lagi di sekitar kami, saya dan saudara lelakiku kini menjadi sangat ketakutan. Saya ingin bermain lagi dengan teman-teman saya di jalan, dan saya ingin bola baru untuk bermain sepak bola.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar